Sekitar 80 persen dari berkisar 6.000 ekor populasi orang utan (pongo abelii) di Pulau Sumatera, mendiami kawasan hutan di Provinsi Aceh, kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSD) Aceh Abubakar Cekmad.

"Populasi itu kami khawatirkan akan terus menyusut jika aksi perburuan tidak segera dihentikan. Orang Utan banyak yang ditangkap, kemudian menjadi binatang peliharaan masyarakat," katanya di Jantho, Aceh Besar, Senin.

Hal itu disampaikan disela-sela pelepasan empat ekor orang utan di stasiun reintroduksi orang utan di kawasan hutan Jalin, Kecamatan Jantho, Kabupaten Aceh Besar.

Empat orang utan yang dilepaskan kembali ke habitatnya merupakan bagian dari 36 ekor orang utan yang selama ini berada dalam perlindungan di Sumatera Utara.

Pelepasan empat ekor orang utan ke habitatnya itu dilakukan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf didampingi Bupati Aceh Besar Bukhari Daud, Yayasan Ekosistem Lestari (Pan Eco), serta BKSDA Aceh .

Gubernur Irwandi Yusuf mengakui masih banyak orang utan yang dikurung masyarakat di dalam kerangkeng besi, dirantai sebagai binatang peliharaan di rumah-rumah.

"Mulai saat ini saya berharap tidak ada lagi warga mengurung atau merantai binatang dilindungi, terutama orang utan dan kami berharap masyarakat menyerahkannya kepada kami untuk dilepas kembali kehabitatnya," kata dia.

Sebab, tambah Gubernur, memelihara orang utan di rumah jauh lebih berbahaya karena kedekatan magnetis, misalnya kalau ada penyakit pada hewan ini dengan cepat dapat menular ke manusia.

"Genetik orang utan nyaris sama dengan manusia, maka sangat ditakutkan jika menular akan lebih ganas," katanya.

Orang utan harus dilestarikan, tidak boleh ditangkap atau diperdagangkan berdasarkan UU No 5 tahun 1990, dengan pidana lima tahun penjaran dan denda Rp100 juta. | antaranews.com