Sabtu, 02 Oktober 2010

Hentikan Konversi Rawa Tripa

Pemerintah daerah diminta untuk tidak lagi mengeluarkan izin bagi konversi hutan rawa gambut di Tripa yang terletak di wilayah Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat Daya (Abdya).

Menurut Direktur Program Yayasan Leuser Internasional (YLI), Yuswar Yunus, kondisi hutan rawa gambut yang tersisa saat ini dalam keadaan yang memprihatinkan karena tiap tahun terus dikonversi menjadi perkebunan sawit baik itu milik swasta maupun proyek pemda setempat.

Semua pihak diminta komitmennya untuk mempertahankan hutan rawa gambut yang tersisa demi mencegah kemusnahan keanekaragaman hayati dan kehancuran fungsi lindung rawa gambut.

Saat ini, ujar Yuswar, dari total kawasan Rawa Tripa seluas 63.228 hektare, hanya tersisa 15.595 hektare (24 persen) hutan yang masih relatif bagus dan 9.819 hektare (15 persen) hutan yang sudah rusak.

“Lebih tragis lagi, sisa hutan tersebut sebagian besar berada dalam areal Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan perkebunan kelapa sawit,” ujar Yuswar Yunus pada wartawan, Minggu (8/9) sore di Banda Aceh.

Dikatakan, ada lima HGU besar yang sekarang bekerja di Rawa Tripa yakni PT Kalista Alam, PT Astra Prima Lestari, PT Gelora Sawit Makmur, PT Cemerlang Abadi dan PT Patriot Guna Sakti, yang sekarang sudah dikuasai oleh Pemkab Aceh Barat Daya untuk proyek pengembangan PIR kelapa sawit. Luas HGU kelima perusahaan tersebut adalah 38.150 hektare.

Semua pihak harus sepakat untuk tidak lagi mengkonversi hutan Rawa Tripa yang tersisa. Sebab, di khawatirkan jika Rawa Tripa musnah, maka penduduk dan pemda setempat akan merasakan secara langsung akibatnya dari ancaman bencana alam yang akan terjadi.

“Keuntungan menanam sawit tidak akan sebanding dengan kerugian akibat kehancuran ekologis kelak,” ujar Yuswar Yunus.

Tenggelam

Jika pemerintah dan masyarakat tetap mengkonversi hutan rawa gambut Tripa menjadi areal perkebunan atau penggunaan lainnya, maka paling lambat 20 tahun ke depan kawasan dataran rendah Tripa akan tenggelam. Kota Alue Bilie dan Babah Rot akan menjadi batas garis pantai Samudera Hindia.

Perkiraan ini berdasarkan hasil penelitian para ahli lingkungan yang menyatakan, jika hutan rawa gambut dibuka maka akan terjadi pencucian gambut dan penurunan permukaan tanah. Pada tahun pertama kehilangan lapisan gambut dapat mencapai 60 cm, kemudian setiap tahunnya 2-5 cm.

Ketinggian kawasan hutan rawa gambut Tripa diperkirakan 2 meter dari permukaan laut. Jika penurunan permukaan gambut per tahun 5 cm, maka dalam waktu 28 tahun terjadi penurunan permukaan gambut 140 cm dan ditambah 60 cm penurunan pada tahun pertama sehingga dalam waktu 29 tahun akan terjadi penurunan permukaan tanah gambut sedalam 2 meter.

Jika penghancuran Rawa Tripa tindak dicegah, maka diperkirakan pada 2025 air laut akan menenggelamkan kawasan ini. Ancaman ini akan dipercepat oleh pemanasan global yang memicu naiknya permukaan air laut.

Jika kondisi ini terjadi maka pusat biodiversity akan punah, 38.150 hektare perkebunan kelapa sawit akan tenggelam, hilangnya 40 jenis ikan bernilai ekonomis tinggi dan Pemerintah Aceh akan kehilangan 63.228 hektare wilayah daratan.

Selain itu pengeringan rawa gambut dan pembakaran lahan yang dilakukan perusahaan perkebunan sawit telah memicu peningkatan emisi rumah kaca akibat pelepasan karbon. Hutan rawa gambut memiliki kandungan unsur karbon yang sangat besar.

Saat ini di Pulau Sumatera hanya tersisa tiga kawasan hutan rawa gambut yakni Rawa Singkil di Aceh Singkil, Rawa Kluet di Aceh Selatan dan Rawa Tripa di Nagan Raya dan Abdya.

Namun demikian perlindungan dilakukan dengan menjadikan Rawa Singkil sebagai kawasan Suaka Margasatwa dan Rawa Kluet masuk ke dalam Taman Nasional Gunung Leuser.

Sedang Rawa Tripa masih berstatus APL sehingga membuka peluang untuk terus dikonversi. Namun demikian semua pihak diingatkan rawa gambut merupakan kawasan lindung di luar kawasan hutan yang tetap harus dipertahankan kelestariannya.

Hutan rawa gambut di NAD terkenal menjadi habitat orangutan terpadat di dunia. Saat ini pembukaan hutan Rawa Tripa telah memusnahkan 80 persen orangutan di wilayah itu [Harian Analisa/Rabu, 10 September, 2008].

0 komentar:

© Yama 2010